Pendidikan adalah salah satu instrumen paling penting bagi keberlangsungan suatu negara. Begitu pula dengan negara kita yang tercinta Republik Indonesia. Masa dewasa ini, pemerintah sangat konsen terhadap kemajuan pendidikan dengan salah satu bukti besarnya biaya yang digelontorkan baik dari APBN maupun dari APBD.
Sebagaimana kita ketahui bersama amanat Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang
Dasar 1945 Amandemen ke-4 yang berbunyi “Negara Memprioritaskan Anggaran
Pendidikan Yang Sekurang-kurangnya Dua Puluh Persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Untuk Memenuhi Kebutuhan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional.”
Dalam APBN 2015, alokasi untuk dana fungsi pendidikan mencapai Rp 409
triliun. Sedangkan sebesar Rp254 triliun dari alokasi tersebut akan
diserahkan langsung ke daerah. Mendikbud mengatakan, dari Rp254 triliun
tersebut porsi tersebar ditujukan untuk guru.
Sangat besar dana yang dikeluarkan negara bagi kemajuan dibidang
pendidikan indonesia. Saya sangat mengapresiasi dengan perkembangan
pendidikan di negeri ini. Terbukti dari dana yang sangat besar itu,
masyarakat sekarang ini sudah bisa menikmati sekolah gratis dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Tidak hanya itu saja, pemerintah mengucurkan dana dengan program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) untuk menunjang segala kebutuhan kegiatan
pembelajaran di sekolah. Selain itu pula, Guru sangat dimanjakan dengan
program-program yang diluncurkan pemerintah. Khususnya Program
Sertifikasi, dimana guru dituntun sebagai guru profesional dengan
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Tunjangan
Profesi Guru.
Jumlah pasti yang diterima guru lulus sertifikasi saya tidak mengetahui
betul, namun sepengamatan saya guru mendapatkan tunjangan tersebut
sebersar gaji pokok yang dibayarkan dengan skema triwulan pencairan.
Jadi guru yang memiliki tunjangan ini menerimanya sebanyak empat kali
dalam waktu satu tahun. Bila guru tersebut memiliki gaji pokok sebesar
Rp. 2juta, maka dengan sertifikasi guru tersebut memiliki mendapatan
sebesar Rp. 4juta dalam satu bulan.
Saya turut bersuka cita dengan guru yang layak dan sudah mendapatkan tunjangan tersebut.
Tetapi dari kedermawanan pemerintah tersebut bukan tanpa celah untuk
dikritisi. Pasalnya, di sekolah-sekolah diberbagai tingkatan, guru
bukanlah sepenuhnya PNS. Disana juga ada guru yang berstatus Honorer
yang keadaannya sangat memprihatinkan baik dari sisi perhatian maupun
pendapatannya.
Guru Honorer diangkat oleh seorang Kepala Sekolah dan hal-hal yang
terjadi akibat diangkatnya guru honorer tersebut sepenuhnya tanggung
jawab Kepala Sekolah itu sendiri. Dengan kondisi seperti itu, sungguh
sangat memprihatinkan karena Kepala Sekolah hanya bisa memberi honor
dari dana BOS yang petunjuk penggunaannya tidak boleh melebihi 15 % dari
dana BOS yang diterima oleh sekolah.
Pada tahun 2014, BOS untuk tingkat SD sebesar Rp. 580.000/siswa/tahun.
Terjadi peningkatan pada tahun sekarang dengan dana Rp.
800.000/siswa/tahun.
Saya memperhatikan di suatu sekolah dasar dimana terdapat 170 siswa
dengan 5 orang guru honorer. Dana yang dikeluarkan dari BOS untuk
menghonor 5 orang guru honorer tersebut ternyata tidak mencapai 15% dari
dana BOS keseluruhan yang diterima sekolah. Entah apa alasannya,
sepengamatan saya, sekolah tersebut tidaklah jor-joran dalam hal
pembelanjaan sarana prasarana sekolah.
Sungguh jadi pertanyaan besar bagi saya, kemana saja dana BOS tersebut digunakan???
Pada era sekarang ini, untuk bertahan hidup membutuhkan dana yang tidak
sedikit. Sedangkan honorer di sekolah tersebut hanya memperoleh upah
sebesar Rp. 250.000/bulan dengan beban kerja tak ubahnya seperti guru
yang sudah PNS.
Saya rasa terjadi kesenjangan yang sangat jelas antara Guru PNS dengan
Guru Honorer. Pemerintah berkilah bahwasanya pemerintah tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan honor kepada guru honorer dengan dasar
pemerintah bukan pihak yang memberi SK dan tidak pula berkewajiban
dengan biaya yang ditimbulkan.
Padahal sekolah yang saya amati adalah sekolah yang kekurangan tenaga
pengajarnya. Dari 10 pengajar disekolah tersebut ternyata 5 orangnya
adalah guru honorer. Bayangkan apabila sekolah tersebut tidak dibantu
dengan tenaga guru honorer, saya yakin kegiatan belajar mengajar di
sekolah tersebut tidaklah dapat tercapai sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Semoga pada masa-masa yang akan datang pemerintah Indonesia lebih
respect terhadap keberadaan guru honorer. Dan semoga guru honorer dapat
memperoleh penghasilan yang sangat layak dan manusiawi dengan tugas yang
di embannya.
Semoga.....
0 Komentar untuk "Guru PNS vs Guru Honorer"